Thursday, March 31, 2016

Rerata Harga

RERATA HARGA (AVERAGE)

Dalam trading saham kita mengenal adanya istilah Market Maker (MM), mereka ini berupa institusi maupun perorangan atau sekelompok orang yang mempunyai modal “besar” yang paling dominan dalam mempengaruhi pergerakan harga suatu saham, baik ketika mereka bertindak sebagai penjual (seller) maupun sebagai pembeli (buyer). Keberadaan mereka di market sangat sulit untuk diketahui secara pasti siapa mereka, atau berapa lembar jumlah saham yang dimiliki mereka, atau berapa rerata harga beli mereka, kita hanya dapat menerka-nerka melalui rangkuman data transaksi jual beli suatu saham dalam periode tertentu.

Gambar : google image
Dalam rangkuman data transaksi jual beli suatu saham, kita dapat melihat sekelompok pembeli dan sekelompok penjual melalui broker tertentu. Jika kita asumsikan bahwa broker dengan nett buy terbesar adalah MM, maka kita dapat mengasumsikan juga berapa rerata harga beli (average) MM di saham tersebut.

Dalam memaintenance harga suatu saham, MM menerapkan berbagai pola tertentu, dan salah satunya kita sebut saja dengan cluster harga 1,2,3 atau disingkat C-123. Secara umum C1 = akumulasi, C2 = akselerasi, C3 = distribusi, dengan pola yang berbeda-beda. C-123 ini terangkai dalam suatu trend pergerakan harga dalam periode tertentu.

Fase C1 biasanya ditandai dengan MM hanya membeli saham di antrian bid (kiri), C2 MM beli saham di offer (kanan), C3 MM jual langsung ke antrian di bid (kiri). Pada fase C1 biasanya kita (retail) menjauh dari market, di fase C2 kita mulai masuk (buy) dengan ekspektasi tinggi, di fase C3 kita makin percaya diri dan cenderung “lupa diri” (greedy) yang kemudian baru tersadar (biasanya datang terlambat) bahwa siklus C-123 mau reset ke C1 ketika harga terus turun dengan volume yang besar. Semua itu dilakukan oleh MM dengan sangat rapi dan hampir tidak terdeteksi oleh kita (retail).

Pada fase C1 MM merancang beli pada range harga tertentu dengan volume sejumlah tertentu pula di antrian bid sampai dengan target volume beli di fase C1 ini tercapai. Fase C1 ini bisa dikenali dengan indikator teknikal, misalnya CCI atau stochastic oscilator. Pada CCI, fase C1 ini berlangsung ketika indikator garis CCI berada di bawah level -100 sampai level -100, sedangkan pada stochastic oscilator fase C1 ini berlangsung ketika garis stochastic berada di level 0 sampai level 20. Pada fase ini rerata harga beli MM menjadi lebih rendah dari sebelumnya. Fase C1 biasanya berakhir jika garis CCI crossup level -100 atau ketika garis stochastic crossover dengan garis signal yang terjadi di area level 0 sampai level 20.   

Pada fase C2 MM membeli saham di offer sejumlah volume tertentu pada range harga tertentu pula. Pada fase C2 ini MM membuat momentum kenaikan harga yang menimbulkan optimisme market dengan indikator TA (analisa teknikal) dibuat sedemikian rupa supaya tampak bagus. Dengan kondisi ini, kita (retail) pun masuk (buy) dengan merasa optimis. Fase C2 ini bisa dikenali dengan indikator garis CCI berada di level -100 sampai level 100, atau garis stochastic berada di level 20 sampai level 80. Pada fase ini rerata harga beli MM kembali naik jika dibandingkan dengan ketika berada di fase C1. Fase C2 biasanya berakhir jika garis CCI crossup level 100 atau ketika garis stochastic crossup level 80 sampai level 100.

Pada fase C3 (akselerasi terakhir sebelum distribusi), di sini kita (retail) makin kalap beli (panic buying), volume saham yang dibeli pun makin meningkat (dan ini yang nantinya dimanfaatkan MM untuk menjadi sasaran sell ketika distribusi). Ketka sampai di harga tertentu, MM melepas saham yang diakumulasi di fase C1 tadi di fase C3 ini. Pada fase ini, MM mendapatkan keuntungan yang berasal dari selisih harga beli saham di fase C1 yang dijual di fase C3, dan tentu saja mendapatkan kembali cash yang cukup untuk memulai siklus baru C-123 berikutnya untuk kembali menurunkan rerata harga beli. Fase C3 ini bisa dikenali dengan indikator garis CCI berada di atas level 100, atau garis stochastic berada di atas level 80. Pada fase ini rerata harga beli MM kembali naik jika dibandingkan dengan ketika berada di fase C2. Fase C3 biasanya berakhir jika garis CCI crossdown level 100 atau ketika garis stochastic crossdown garis signal di area level 80 sampai level 100 kemudian crossdown level 80.

Pola C-123 ini dilakukan terus berulang-ulang dalam periode tertentu sampai dengan rerata harga beli MM mendekati harga saham di market dan terbentuk keseimbangan (equilibrium) baru, yang menandai akan dimulainya trend bullish (bullish reversal sign).

Berikut contoh rerata harga beli MM di saham #WTON :

Sebagaimana disebutkan di atas, dalam rangkuman data transaksi jual beli suatu saham, kita dapat melihat sekelompok pembeli dan sekelompok penjual melalui broker tertentu. Jika kita asumsikan bahwa broker dengan nett buy terbesar adalah MM (bisa saja komposisi itu berubah setiap saat), maka kita dapat mengasumsikan juga berapa rerata harga beli (average) MM di saham tersebut, sebagai berikut :



Dari gambar dan tabel di atas terlhat bahwa untuk periode tanggal 8 April 2014 (IPO saham #WTON) sampai dengan tanggal 4 Februari 2015 (saat #WTON mencapai harga tertingginya), broker dengan nett buy terbesar adalah #ML sebanyak 1.575.082 lot dengan rerata harga beli sebesar Rp1.199,43 (lebih rendah dari harga saham di market pada saat yang bersamaan).

Selanjunya, pada periode tanggal 4 Februari 2015 sampai dengan tanggal 29 September 2015, harga saham #WTON turun sebesar Rp675 dari harga Rp1.440 ke harga Rp765 sebagaimana gambar di bawah ini.


Terlihat bahwa data nett sell dan rerata harga beli #ML pada saat harga saham #WTON berada pada titik terendah di periode tersebut (tanggal 29 September 2015) sebagaimana tabel di bawah ini.  




Tabel di atas menunjukan bahwa, meskipun tetap melakukan aksi beli, namun secara keseluruhan #ML melakukan aksi jual (nett sell) sebanyak 105.534 lot, sehingga rerata harga beli #ML menjadi sebesar Rp1.183,91, turun dari sebelumnya sebesar Rp1.199,43. Namun demikian rerata harga beli #ML masih lebih tinggi dari harga saham di market pada saat yang bersamaan.

Dengan kondisi seperti itu, apa yang dilakukan #ML dapat kita lihat pada gambar dan tabel di bawah ini. Tampak pada gambar bahwa harga saham #WTON periode tanggal 30 September 2015 sampai dengan 26 Oktober 2015 meningkat menjadi sebesar Rp1.090 dari semula Rp765, atau naik sebesar Rp325.




Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa ketika harga saham naik pada periode tanggal 290 September 2015 sampai dengan 26 Oktober 2015, #ML melakukan aksi beli, namun secara keseluruhan melakukan aksi jual (nett sell) sebanyak 31.492 lot, sehingga rerata harga beli #ML turun menjadi sebesar Rp1.183,61 dari semula sebesar 1.183,91.  

Kemudian kita lihat bahwa harga saham #WTON pada periode tanggal 27 Oktober 2015 sampai dengan 14 Desember 2015 mengalami penurunan kembali dari harga Rp1.090 ke Rp780 atau turun sebesar Rp310.





Tampak pada tabel di atas, bahwa dalam periode tersebut #ML secara keseluruhan melakukan aksi beli (nett buy) sebanyak 23.638 lot sehingga rerata harga beli #ML turun menjadi sebesar Rp1.179,92 dari semula sebesar 1.183,61.

Selanjutnya kita lihat harga saham #WTON pada periode tanggal 14 Desember 2015 sampai dengan 22 Januari 2016 mengalami kenaikan kembali sebesar Rp265, dari harga Rp780 ke Rp1.045.




Tampak pada tabel di tas, bahwa dalam periode tersebut #ML secara keseluruhan melakukan aksi jual (nett sell) sebanyak 708 lot, sehingga rerata harga beli #ML turun menjadi sebesar Rp1.179,57 dari semula sebesar 1.179,92.

Kemudian kita lihat harga saham #WTON pada periode tanggal 22 Januari 2016 sampai dengan 20 Maret 2016 mengalami penurunan kembali dari harga Rp1.045 ke Rp1.040 atau turun sebesar Rp5.




Dalam periode tersebut #ML secara keseluruhan melakukan aksi beli (nett buy) sebanyak 25.987 lot, sehingga rerata harga beli #ML turun menjadi sebesar Rp1.177,40 dari semula sebesar 1.179,57. Di sisi lain, harga penutupan saham #WTON di market pada tanggal 18 Maret 2016 sebesar Rp980, oleh karena itu rerata harga beli #ML masih lebih tinggi dari harga saham di market pada saat yang bersamaan.



Dari pola tersebut di atas, terlihat bahwa rerata harga beli #ML terus mengalami penurunan dari Rp1.199,43 ke Rp1.177,40 atau turun Rp22,03. Penurunan rerata harga beli tersebut akibat dari #ML menerapkan pola C-123. Dampaknya adalah trend pergerakan harga saham #WTON sampai dengan saat ini masih cenderung flat/datar/sideways sebagaimana kita lihat pada gambar di bawah ini :
 
Point penting :
a.  Pola C-123 biasanya sangat tampak ketika rerata harga beli (average) MM lebih tinggi daripada harga saham di market pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu maka ketika harga suatu saham di market lebih rendah dari rerata harga beli MM, harga saham cenderung mendatar (sideways), kecuali ada MM baru lainnya yang masuk, ceritanya bisa berbeda.

b.  MM akan berusaha menurunkan rerata harga beli agar lebih leluasa mengendalikan harga suatu saham. Misalnya, harga saham ABCD di market saat ini di kisaran Rp1.000-an, sedangkan rerata harga beli MM di kisaran Rp1.500-an, maka MM akan berusaha untuk menurunkan rerata harga beli mendekati kisaran Rp1.000-an atau bahkan ke bawah kisaran Rp1.000-an, karena kalau tidak begitu, MM tidak akan leluasa mengendalikan harga saham ABCD. Polanya adalah dengan skema C-123 yang dilakukan berulang-ulang.

Wallahualam bissawab.

Demikian, muda-mudahan bermanfaat.

Catatan ;
1.   Tulisan di atas semata-mata hanya “imajinatif” hasil pengamatan penulis atas pola-pola pergerakan harga saham dalam suatu periode tertentu di Bursa Efek Indonesia (BEI), dan belum tentu mengandung kebenaran.
2.   Tulisan di atas dibuat masih secara garis besar, belum terinci dengan contoh-contoh chart yang memuat langkah-langkah MM dalam menerapkan pola C123, dan mudah-mudahan bisa disusun di lain kesempatan. 

0 komentar