MEMPEROLEH DENGAN
(CARA) MEMBERI
Barangsiapa membawa
amal baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya, dan barangsiapa
yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (QS. Al-An’am; 160).
Pak
Ikhlas memperoleh pendapatan (uang) setiap bulan sebesar Rp10 juta, dan setiap bulan
pula dikeluarkan Rp1 juta untuk infak/sedekah kepada orang-orang yang kurang
mampu (layak dibantu) di sekitar tempat tinggalnya, sehingga pendapatan sisa yang
diterima Pak Ikhlas setiap bulan hanya sebesar Rp9 juta, atau dalam setahun
hanya sebesar Rp9 juta x 12 bulan = Rp108 juta.
Begitu
pun Pak Kedekut, memperoleh pendapatan setiap bulan sebesar Rp10 juta, sama
dengan Pak Ikhlas, namun Pak Kedekut ini sama sekali tidak penah mengeluarkan
infak/sedekah, sehingga pendapatan yang diterima Pak Kedekut setiap bulan tidak
berkurang sedikit pun, tetap utuh sebesar Rp10 juta, atau dalam setahun sebesar
Rp10 juta x 12 bulan = Rp120 juta.
![]() |
Gambar : google image |
Dari uraian di atas tampak bahwa pendapatan yang diterima oleh Pak Kedekut dalam setahun lebih banyak Rp12 juta jika dibandingkan dengan pendapatan yang diterima oleh oleh Pak Ikhlas. Namun apakah benar demikian?
Berdasarkan
QS. 6;160 di atas, Alloh menjanjikan balasan 10 kali lipat atas perbuatan
(amal) baik yang kita lakukan. Oeh karena itu kita hitung kembali besar pendapatan
yang diperoleh Pak Ikhlas dan Pak Kedekut dalam 1 (satu) tahun. Let’s see :
Pak
Kedekut rutin infak/sedekah sebesar Rp1 juta setiap bulan, dan Alloh
membalasnya 10 kali lipat, maka pendapatan yang diperoleh Pak Ikhlas setiap
bulan sesunguhnya bukan Rp9 juta, melainkan sebesar Rp10 juta - Rp1 juta + (Rp1
juta x 10) = Rp19 juta, sehingga pendapatan yang diperoleh Pak Ikhlas dalam 1
tahun adalah sebesar Rp19 juta x 12 bulan = Rp228 juta.
Pak
Kedekut yang tidak pernah infak/sedekah, dan Alloh tidak memberikan balasan infak/sedekah
kepada Pak Kedekut, maka pendapatan yang diperoleh Pak Kedekut setiap bulan adalah
tetap Rp10 Juta yaitu Rp10 juta – Rp0 + (Rp0 x 10) = Rp10 juta, sehingga pendapatan
yang diperoleh Pak Kedekut dalam 1 tahun hanya sebesar Rp10 juta x 12 bulan =
Rp120 juta.
Dengan
demikian, atas infak/sedekah yang dikeluarkan, pada akhirnya membuat Pak Ikhlas
menerima lebih banyak Rp108 juta jika dibandingkan dengan yang diterima oleh
Pak Kedekut.
Lantas
apakah Pak Ikhlas menerimanya dalam bentuk cash? Belum tentu. Bisa saja dalam
bentuk lain, misalnya Pak Ikhlas yang tadinya ditakdirkan sakit dan hanya bisa
sembuh jika berobat ke dokter dengan biaya yang mesti dikeluarkan sebesar Rp108
juta, ternyata sakitnya tidak jadi karena infak/sedekah itu.
Tapi
apakah mungkin Pak Ikhlas mendapatkannya dalam bentuk cash? Bisa saja, misalnya
entah dari mana dan bagaimana ceritanya tiba-tiba saja Pak Ikhlas dapat
pekerjaan/usaha yang nilai keuntungannya mencapai Rp108 juta.
Bahkan
keuntungan dari infak/sedekah itu bisa dalam bentuk-bentuk lainnya yang tidak
kita sadari.
Bagaimana
kalau setelah dirasa-rasa ternyata kita belum juga merasa dapat balasan
sebagaimana contoh di atas atas infak/sedekah kita? Itu adalah ujian, seberapa
besar keimanan kita terhadap firmanNya. Kenapa disebut ujian? Karena Alloh
pasti menepati janjinya. Jika kita belum mendapatkan balasannya di dunia, maka
dipastikan balasannya akan kita dapat di akhirat nanti (setelah mati).
Kemudian
jika ternyata kita tidak cukup punya uang untuk berinfak/bersedekah karena
untuk menutupi kebutuhan hidup bulanan saja tidak cukup, bahkan masih ngutang
sana-sini? Maka berinfak/bersedekah lah dalam bentuk yang lain, misalnya;
berlaku adil diantara dua orang, bertutur kata baik dan lemah lembut, bahkan
membantu menyeberangkan seorang nenek tua yang sedang susah payah menyebrang di
jalan raya, itu pun bentuk lain dari sedekah.
Dan
itulah, filosopi memperoleh dengan cara memberi. Meskipun berat, bahkan sangat
berat, tapi kita mesti membiasakannya, mudah-mudahan menggenapi dan
menyempurnakan hidup kita.
Demikian,
mudah-mudahan bermanfaat.
0 komentar
EmoticonEmoticon