DARI “SAPI HUTAN”, KITA
DAPAT MANFAAT
Data
kebutuhan daging sapi untuk konsumsi nasional tahun 2017 sebagaimana dimuat
harian “KOMPAS” edisi tanggal 22 Juni 2017 sebanyak 604.968 ton, sedangkan
produksi daging sapi dalam negeri “hanya” sebanyak 354.770 ton, sehingga
kekurangan pasokan sebanyak 250.198 ton, dan untuk memenuhinya ditutupi dengan
daging sapi import.
Begitu pun dengan
kondisi di tahun 2018, nyaris sama, kebutuhan daging sapi untuk konsumsi
nasional tahun 2018 sebagaimana dimuat harian “KONTAN” edisi tanggal 15 Februari
2018 diperkirakan sebanyak 663.290 ton, sedangkan produksi daging sapi dalam
negeri diperkirakan “hanya” mampu menyediakan pasokan sebanyak 403.668 ton,
sehingga masih kekurangan pasokan sebanyak 259.622 ton, dan untuk memenuhinya sepertinya
masih akan dengan daging sapi import.
https://industri.kontan.co.id/news/kemtan-produksi-daging-lokal-2018-belum-penuhi-kebutuhan-domestik
Bahwa produksi daging
sapi dalam negeri belum bisa mencukupi kebutuhan nasional, defisit di kisaran angka
sekitar 40%. Beberapa literatur menyebutkan bahwa kendala pengembangan produksi
sapi nasional salah satunya adalah terbatasnya lahan terutama lahan untuk penggembalaan,
selain kendala-kendala lainnya misalnya aspek permodalan karena akses kredit
perbankan yang masih sulit ditembus oleh para peternak (terutama peternak kecil).
![]() |
Gambar : google image |
IUPK-SP dimaksud dapat diberikan kepada peternak pemohon perorangan atau koperasi
atau Badan Usaha Milik Swasta Indonesia (BUMSI) atau Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Regulasi terbaru
mengenai silvopastura yang kini berlaku diatur dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.14/Menlhk-II/2015 (P.14/2015). Dalam regulasi
yang baru ini diatur mengenai sumber permodalan yang dapat berasal dari
investor luar negeri.
Dengan skema yang
diatur dalam P.14/2015, peternak (khususnya korporasi besar) bisa menguasai
lahan seluas 500 hektar tanpa perlu keluar banyak biaya untuk membelinya atau
menyewanya, yang tentu saja - jika menyewa lahan yang dimiliki masyarakat - perlu
biaya yang besar. Lahan seluas 500 hektar tersebut bisa diusahakan untuk jangka
waktu selama 20 (dua puluh) tahun dan nantinya (setelah habis masa berlaku) masih
bisa diperpanjang.
Untuk menguasai lahan
seluas 500 hektar selama 20 tahun, peternak hanya perlu keluar dana sejumlah Rp2.000/hektar/tahun
untuk pembayaran Iuran IUPK-SP yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Biaya lain yang wajib
dikeluarkan oleh peternak yaitu pembayaran provisi (PNBP hasil silvopastura) atas
daging sapi yang dihasilkan. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014
menetapkan bahwa tarif PNBP hasil silvopastura sebesar 10% dari harga patokan
dengan satuan berat Ton. Dan harga patokan daging si “sapi hutan” ini ditetapkan di Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.64/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2017
(P.64/2017) sebesar Rp45.000.000/ton. Dengan demikian peternak membayar PNBP
hasil silvopastura sebesar Rp4.500 atas setiap 1 kilogram daging sapi yang
dihasilkan dari IUPK-SP.
Defisit daging sapi
nasional sekitar 259.622 ton (259.622.000 kg) di atas tadi setara dengan
sebanyak 1.527.188 ekor sapi lokal siap potong (rata-rata 1 ekor sapi lokal
menghasilkan daging seberat 170 kg) atau sebanyak 1.298.110 ekor sapi ex-import
siap potong (rata-rata 1 ekor sapi ex-import menghasilkan daging seberat 200
kg).
Lahan di mana yang
bisa digunakan untuk peternakan yang bisa menampung jutaan ekor sapi? IUPK-SP
adalah salah satu jawabannya, dan terutama tentu saja lebih murah.
Skema regulasi silvopastura
ini terbit sudah sejak 9 (sembilan) tahun lalu, tapi hingga kini korporasi
(besar) yang mengajukan permohonan dan telah mendapatkan IUPK-SP masih belum
banyak, masih bisa dihitung dengan jari. Beberapa diantaranya hanya baru di
Sumatera Utara dan Lampung pada areal kawasan hutan produksi seluas 616 hektar.
Maka itu jangan lupa
atuh yah, jika punya kenalan peternak, apalagi peternak skala besar, bisikan saja
bahwa beternak sapi kini bisa di kawasan hutan (produksi) dengan skema IUPK-SP.
Demikian,
mudah-mudahan bermanfaat.
0 komentar
EmoticonEmoticon