ARENGA PINNATA
Dalam suatu kunjungan kerja ke Provinsi Gorontalo di penghujung bulan Desember 2021, penulis berkesempatan mengunjungi rumah pengemasan gula semut yang diproduksi oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Huyula yang merupakan KTH binaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah VI Gorontalo sebagai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Gorontalo.
Dengan bantuan alat ekonomi produktif dan sarana penunjang lainnya dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang diberikan melalui Balai Pengelolaan Hutan Produksi Wilayah XII Palu dan bantuan lainnya serta fasilitasi kelembagaan dan pemasaran dari Pemerintah Provinsi Gorontalo melalui UPTD KPH Wilayah VI Gorontalo, KTH Huyula mengembangkan usaha produksi gula semut berbahan baku air nira Aren.
gambar : andirerei.com |
Aren (Arenga pinnata) adalah tanaman jenis Palem yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai penghasil air nira yang bisa diolah menjadi gula merah (gula aren/gula semut). Dari
berbagai riset dinyatakan bahwa Aren
bernilai ekonomis tinggi dan potensial untuk
dikembangkan. Hampir semua bagian pohon Aren bisa dimanfaatkan. Selain
untuk dikonsumsi (nira dan buah), pohon Aren dapat dimanfaatkan untuk konstruksi bangunan tertentu (batangnya), untuk atap rumah (daunnya), sampai perlengkapan rumah
tangga lainnya. Jika nira Aren difermentasi,
akan menghasilkan ethanol.
Pohon
aren dapat dikategorikan sebagai tanaman
multiguna, yang
dapat berfungsi konservasi maupun
fungsi produksi. Dengan
perakaran majemuk yang
dangkal dan melebar sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya erosi tanah.
Demikian pula dengan daun yang cukup lebat dan batang yang tertutup dengan Ijuk, sangat efektif untuk
menahan laju turunnya
air hujan ke permukaan tanah. Oleh karenanya Aren
banyak ditemukan tumbuh di permukaan tanah yang miring pada lereng
bukit dan pegunungan. Ada kepercayaan di
tengah-tengah masyarakat bahwa jika suatu daerah banyak ditumbuhi pohon Aren, maka
di daerah tersebut akan dapat kita temukan banyak mata air
sebagai sumber air bagi kehidupan masyarakat.
Pohon Aren dapat kita temukan di dalam hutan hampir di seluruh kawasan hutan di Indonesia. Nektar bunga Aren dan air nira Aren disukai oleh lebah madu, oleh karena itu selain berpeluang secara ekonomi melalui usaha gula Aren (gula merah/gula semut), Aren dapat membuka peluang usaha budidaya lebah madu, yang tentu saja dampaknya dapat mengurangi aktivitas pembukaan lahan (untuk berkebun) masyarakat di dalam kawasan hutan.
Berdasarkan hasil inventarisasi pohon Aren di wilayah kelola UPTD KPH Wilayah VI Gorontalo pada tahun 2015 yang dilakukan oleh UPTD KPH Wilayah VI Gorontalo, jumah pohon Aren siap sadap diketahui sebanyak +163.362 pohon, tersebar di dalam kawasan hutan sebanyak +103.381 pohon, dan di luar kawasan hutan sebanyak +59.981 pohon. Pohon Aren tersebut tumbuh secara sporadis di wilayah Kecamatan Telaga, Telaga Biru, Limboto, Pulubala, Tibawa, Bilato dan Asparaga Kabupaten Gorontalo.
gambar : andirerei.com |
Bermodal data hasil inventarisasi jumlah pohon Aren tersebut, selanjutnya
pada tahun 2016 UPTD KPH Wilayah VI Gorontalo membentuk Kelompok Tani Hutan (KTH)
dengan usaha pengolahan gula Aren (gula merah padat dan gula semut), yang mana
salah satunya adalah KTH Huyula yang berada di Desa Dulamayo Selatan, Kecamatan Telaga, Kabupaten
Gorontalo. Sementara itu, dalam rangka pengembangan produksi, bantuan
diberikan oleh Balai Pengelolaan
Hutan Produksi Wilayah XII Palu ke KTH Huyula. Bantuan tersebut berupa rumah
produksi gula semut, peralatan dan mesin alat-alat pengolahan gula semut, mesin
pengkristal gula semut, mesin pengemas gula semut, dan rumah galeri gula semut,
yang diberikan pada kurun waktu tahun 2016 sampai tahun 2020.
Gula semut produksi KTH Huyula telah
memperoleh Izin Produk Rumah Tangga (IPRT) Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM),
telah mendapatkan sertipikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), telah
lulus uji kadaluwarsa dan uji kualitas di laboratorium PT. Unilever Indonesia,
dan telah memperoleh izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Gula
semut produksi KTH Huyula dipasarkan dengan merk dagang “Aren'Go”.
Dalam pengembangan pasar, KTH Huyula difasilitasi oleh Koperasi Wana Lestari. Kerjasama pemasaran telah dijalin dengan PT. Unilever Indonesia, PT. Lotte Mart (regional Manado dan regional Makassar), PT. Daemeter Consulting, Yayasan Pomaya Lolipu, beberapa hotel dan café di Gorontalo dan Tangerang-Banten. Sedangkan untuk pemasaran eksport ke mancanegara, kerjasama dilakukan dengan CV. Manembo Aren. Pemasaran juga dilakukan melalui market place online shop Tokopedia dan Shopee.
gambar : UPTD KPH Wilayah VI Gorontalo |
Produksi gula semut KTH Huyula dimulai pada akhir tahun 2018 dengan
volume sebanyak 323 kg, mengalami peningkatan pada tahun 2019 menjadi 1.424,40
kg, dan terus meningkat pada tahun 2020 mencapai 4.661,40 kg. Namun dengan
adanya pandemic COVID-19, produksi gula semut pada tahun 2021 mengalami
penurunan menjadi hanya sebanyak 568,70 kg. Total produksi gula semut KTH
Huyula pada kurun waktu tersebut mencapai 6.977,50 kg. Dengan harga jual
Rp30.000/kg, maka pendapatan yang diperoleh KTH Huyula mencapai Rp209.325.000,00.
Sebuah langkah awal usaha peningkatan ekonomi masyarakat sekitra hutan yang
terbilang cukup bagus.
Gula semut “Aren'Go” ternyata diminati oleh konsumen bule
dari mancanegara karena bahan baku air nira sepenuhnya organik yang disadap
dari pohon Aren di dalam kawasan hutan. Dalam kurun waktu akhir tahun 2019
sampai dengan awal tahun 2020, “Aren'Go”
dikirim ke luar negeri via Pelabuhan Bitung dengan tujuan negara Belanda,
Uni Emirat Arab, dan Libya. Total volume eksport “Aren'Go” ke tiga Negara tersebut mencapai 3.000 kg. Namun
dengan adanya pandemic COVID-19, eksport “Aren'Go” sementara ini terhenti. Menurut
keterangan dari Kepala UPTD KPH Wilayah VI Gorontalo, eksport “Aren'Go” akan dimulai kembali pada
triwulan satu tahun 2022 dengan Negara tujuan eksport yaitu Belanda, Uni Emirat
Arab, Libya, dan India.
“Aren'Go”
berbahan baku air nira
yang berasal dari kawasan hutan, oleh karena itu terhadap gula semut yang
diproduksi oleh KTH Huyula dikenakan pungutan Provisi Sumber Daya hutan (PSDH)
yang merupakan salah satu jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang
berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Nira Aren tergolong kedalam
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), dan ketika diolah menjadi gula semut, pengaturan
tarifnya dikenakan sebesar 6% (enam persen) dari harga patokan. Harga patokan
gula semut sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.64/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 adalah sebesar
Rp6.000,00/kg, sehingga besaran
PSDH yang dikenakan atas setiap satu kilogram gula semut adalah sebesar
Rp360,00.
PSDH yang disetor ke kas Negara oleh
KTH Huyula sampai dengan saat ini masih tergolong kecil, baru sebesar Rp2.511.900,00,
mengingat produksi gula semut yang dihasilkan masih sedikit. Namun sesungguhnya
dengan jumlah pohon Aren yang ada di dalam kawasan hutan di wilayah Kabupaten
Gorontalo sebanyak 103.381 pohon, potensi penerimaan PSDH dari gula semut di
Kabupaten Gorontalo terbilang cukup besar.
Menurut keterangan dari Kepala UPTD KPH
Wilayah VI Gorontalo kepada penulis, bahwa setiap satu pohon Aren dapat
menghasilkan sadapan air Nira sebanyak 10 liter setiap hari, dan setiap 10
liter air nira dapat diolah menjadi gula semut seberat 1,8 kg. Dengan jumlah
pohon Aren siap sadap yang di dalam kawasan hutan di wilayah Kabupaten
Gorontalo sebanyak 103.381 pohon, maka potensi air nira yang akan didapatkan sebanyak
1.033.810 liter setiap hari, yang akan menghasilkan gula semut seberat 186.086
kg setiap hari, sehingga dalam setahun akan dihasilkan gula semut seberat
67.921.317 kg atau 67.921,32 ton.
Dengan demikian potensi PSDH yang
dapat disetor ke kas Negara setiap tahun mencapai Rp24.451.674.120,00 (dua
puluh empat miliar empat ratus lima puluh satu juta enam ratus tujuh puluh
empat ribu seratus dua puluh rupiah). PSDH sebesar itu diperoleh hanya dengan menyadap air nira dari pohon Aren, tidak dengan menebang pohonnya, bahkan tidak dengan menebang pohon kayu sama sekali, yang mengakibatkan terbukanya lahan kawasan hutan. Potensi PNBP gula
semut di Kabupaten Gorontalo tersebut setara dengan PNBP dari penerimaan PSDH
dan DR atas sortimen Kayu Bulat Besar (KBB) hutan alam berdiameter 50 cm up
yang berasal dari kawasan hutan di wilayah Sumatera dan Sulawesi sebanyak
87.561,95 M3, yang rotasi daur tebangnya sekitar 40 (empat puluh) tahun.
Dengan harga jual gula semut mencapai
Rp30.000,00/kg, maka nilai kapitalisasi pasar gula semut yang berasal dari
kawasan hutan di Kabupaten Gorontalo mencapai Rp2.037.639.510.000,00 (dua triliun tiga puluh tujuh miliar enam ratus tiga puluh sembilan juta lima ratus sepuluh ribu rupiah) setiap
tahun. Jumlah uang berputar sebesar itu tentu saja akan berpengaruh terhadap
Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Kabupaten Gorontalo, yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gorontalo.
Produksi gula semut KTH Huyula sejauh
ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan potensi yang ada, namun gula
semut “Aren'Go” telah membuat
Syaiful, Daniel, Ramin (anggota KTH Huyula) dapat memperbaiki rumah tinggal
mereka masing-masing. Bahkan Syaiful dan Ramin berujar, “Alhamdulillah, setelah
selama ini belum pernah merasakan segarnya berbuka puasa ramadhan dengan
dinginnya air es, kini kami menikmatinya dari lemari es (kulkas) di rumah di
desa kami yang kami beli dari hasil jualan “Aren'Go”.
Desa adalah kenyataan, kota adalah
pertumbuhan, desa dan kota tidak terpisahkan tapi desa harus lebih diutamakan. Desa
harus jadi kekuatan ekonomi agar warganya tidak hijrah ke kota, sepinya desa
adalah modal utama untuk bekerja dan mengembangkan diri.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.
0 komentar
EmoticonEmoticon