Wednesday, April 3, 2019

Pemecahan Nominal Harga Saham (Stock Split)

PEMECAHAN NOMINAL HARGA SAHAM (STOCK SPLIT)

Dari beberapa jenis aksi korporasi (corporate action) yang dilakukan oleh perusahaan (emiten) yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), salah satu diantaranya adalah melakukan stock split. Dalam pengertian sederhana, stock split merupakan pemecahan nominal harga saham dengan hitungan pada rasio tertentu, misalnya 1 : 5. Artinya setiap 1 lembar saham lama pada harga Rp5.000 dipecah menjadi 5 lembar saham baru seharga Rp1.000 per lembar.
Meskipun nominal harga per lembar saham turun dari Rp5.000 menjadi Rp1.000, namun jumlah lembar saham yang dimiliki oleh investor justru menjadi bertambah, dari semula hanya 1 lembar menjadi 5 lembar setelah stock split. Dan karena perdagangan di BEI menggunakan satuan Lot (saat ini 1 lot = 100 lembar saham), maka seorang investor yang sebelumnya hanya memiliki 1 lot saham lama (100 lembar), setelah stock split saham yang dimilikinya menjadi sebanyak 5 lot (500 lembar).
Stock split tidak merubah komposisi kepemilikan pemegang saham juga tidak merubah jumlah modal (ekuitas) maupun jumlah aset yang dimilki perusahaan, sehingga ekuitas para investor di emiten tersebut tetap pada posisi sebelum stock split. Pun demikian dengan rasio keuangan dalam laporan keuangan (PER, PBV, ROE, ROA, DER) perusahaan yang bersangkutan tidak mengalami perubahan.
Gambar : google image
Dengan nominal harga saham yang lebih rendah pasca stock split, maka secara psikologis kondisi tersebut akan mempengaruhi cara pandang investor (terutama investor retail) terhadap saham perusahaan yang bersangkutan. Meski secara nilai (value) harga saham tersebut tidak mengalami perubahan, namun secara nominal harga saham akan terlihat lebih rendah/lebih terjangkau, sehingga akan lebih banyak investor retail yang tertarik untuk membeli.
Jika harga saham sudah terlalu mahal, biasanya transaksi harian saham perusahaan tersebut relatif sepi, oleh karena itu dilakukanlah stock split. Dengan stock split diharapkan transaksi harian saham tersebut menjadi kembali ramai (likuid), menarik investor lebih banyak terutama investor retail.
Stock split biasanya dilakukan oleh emiten berfundamental bagus namun harga sahamnya sudah mahal atau harganya sudah terlalu tinggi sehingga “agak menyulitkan” bagi investor retail untuk membelinya sehubungan dengan modal yang “relatif terbatas”. Beberapa emiten yang pernah melakukan stock split diantaranya sebagai berikut :
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) stock split pada tanggal 28 September 2004 dengan rasio 1 : 2 dan pada tanggal 28 Agustus 2013 dengan rasio 1 : 5. Jika sebelum stock split seorang investor memiliki saham TLKM sebanyak 1.000 lembar (diluar tambahan saham bonus), maka saham TLKM yang dimilikinya saat ini (dengan asumsi sejak membeli tidak pernah dijual) menjadi sebanyak 10.000 lembar. Dengan harga saham pada saat artikel ini ditulis Rp3.950 per lembar, maka jika sebelumnya tidak ada stock split, harga saat ini Rp39.500 per lembar. Sejak IPO tanggal 14 November 1995 pada harga Rp2.050 per lembar, saham TLKM mencapai harga tertingginya pada tanggal 2 Agustus 2017 sebesar Rp4.840 per lembar atau setara dengan Rp48.400 per lembar jika sebelumnya tidak ada stock split.
PT. Astra Interantional Tbk (ASII) stock split pada tanggal 1 September 1997 dengan rasio 1 : 2 dan pada tanggal 5 Juni 2012 dengan rasio 1 : 10. Jika sebelum stock split seorang investor memiliki saham ASII sebanyak 1.000 lembar, maka saham ASII yang dimilikinya saat ini (dengan asumsi sejak membeli tidak pernah dijual) menjadi sebanyak 20.000 lembar (diluar tambahan saham bonus). Dengan harga pada saat artikel ini ditulis Rp7.450 per lembar, maka jika sebelumnya tidak ada stock split, harga saat ini Rp149.000 per lembar. Sejak IPO tanggal 4 April 1990 pada harga Rp14.850 per lembar, saham ASII mencapai harga tertingginya pada tanggal 25 April 2017 sebesar Rp9.350 per lembar atau setara dengan Rp187.000 per lembar jika sebelumnya tidak ada stock split.
PT. Mayora Indah Tbk (MYOR) stock split pada tanggal 19 Oktober 1995 dengan rasio 1 : 2 dan pada tanggal 4 Agustus 2016 dengan rasio 1 : 25. Jika sebelum stock split seorang investor memiliki saham MYOR sebanyak 1.000 lembar, maka saham MYOR yang dimilikinya saat ini (dengan asumsi sejak membeli tidak pernah dijual) menjadi sebanyak 50.000 lembar (diluar tambahan saham bonus). Dengan harga pada saat artikel ini ditulis Rp2.540 per lembar, maka jika sebelumnya tidak ada stock split, harga saat ini Rp127.000 per lembar. Sejak IPO tanggal 4 Juli 1990 pada harga Rp9.300 per lembar, saham MYOR mencapai harga tertingginya pada tanggal 31 Juli 2018 sebesar Rp3.240 per lembar atau setara dengan Rp162.000 per lembar jika sebelumnya tidak ada stock split.
PT. Unilever Indonesia Tbk (MYOR) stock split pada tanggal 6 November 2000 dengan rasio 1 : 10 dan pada tanggal 9 September 2003 dengan rasio 1 : 10. Jika sebelum stock split seorang investor memiliki saham UNVR sebanyak 1.000 lembar, maka saham UNVR yang dimilikinya saat ini (dengan asumsi sejak membeli tidak pernah dijual) menjadi sebanyak 100.000 lembar (diluar tambahan saham bonus). Dengan harga pada saat artikel ini ditulis Rp49.400 per lembar, maka jika sebelumnya tidak ada stock split, harga saat ini Rp4.940.000 per lembar. Sejak IPO tanggal 11 Januari 1982 pada harga Rp3.175 per lembar, saham UNVR mencapai harga tertingginya pada tanggal 2 Januari 2018 sebesar Rp58.100 per lembar atau setara dengan Rp5.810.000 per lembar jika sebelumnya tidak ada stock split.
PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) stock split pada tanggal 27 Juli 2016  dengan rasio 1 : 2. Jika sebelum stock split seorang investor memiliki saham ICBP sebanyak 1.000 lembar, maka saham ICBP yang dimilikinya saat ini (dengan asumsi sejak membeli tidak pernah dijual) menjadi sebanyak 2.000 lembar (diluar tambahan saham bonus). Dengan harga pada saat artikel ini ditulis Rp8.975 per lembar, maka jika sebelumnya tidak ada stock split, harga saat ini Rp17.950 per lembar. Sejak IPO tanggal 7 Oktober 2010 pada harga Rp5.395 per lembar, saham ICBP mencapai harga tertingginya pada tanggal 25 Januari 2019 sebesar Rp10.950 per lembar atau setara dengan Rp21.900 per lembar jika sebelumnya tidak ada stock split.
Jadi, pada dasarnya stock split dilakukan untuk mempengaruhi psikologis investor dalam memandang harga saham suatu emiten sehingga diharapkan lebih banyak investor yang melakukan transaksi jual beli yang pada akhirnya transaksi di saham tersebut menjadi lebih likuid.      
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.

2 Comments

  1. saya kira tidak ada unsur untuk mempengaruhi, terimakasih infonya

    ReplyDelete