IMBAL HASIL INVESTASI
(SAHAM)
(Capital Asset Pricing Model - CAPM)
Dalam tulisan sebelumnya kita membahas mengenai
valuasi saham dengan metoda absolut Discounted
Cash Flows (DCF). Dalam tulisan tersebut dibahas bagaimana menetukan harga
wajar suatu saham dengan asumsi tingkat imbal hasilnya adalah tingkat imbal
hasil yang kita inginkan dan kita tentukan sendiri (subyektif). Padahal tingkat
imbal hasil yang sebenarnya berdasarkan riwayat pertumbuhan harga saham belum
tentu sama dengan yang kita inginkan. Lagipula pertumbuhan harga tiap-tiap
saham berbeda-beda.
Bisa terjadi saat kita mengharapkan tingkat imbal
hasil dari saham ABCD dengan optimis sebesar 20% per tahun untuk jangka waktu
selama 5 tahun berikutnya, namun dari riwayatnya, pertumbuhan harga saham ABCD
hanya sebesar 15% per tahun, maka akibat dari subyektivitas tersebut, hasil
valuasi harga saham ABCD kurang mendekati yang sebenarnya.
Gambar : google image |
Jack Treynor, William Sharpe dan Jhon Lintner
memformulasikan metoda Capital Asset
Pricing Model (CAPM). CAPM digunakan untuk menentukan tingkat imbal hasil (investasi
saham) dengan memperhitungkan resikonya. Formula CAPM adalah sebagai berikut :
r = r risk free rate + ß (r market – r rsik free rate)
r :
tingkat imbal hasil suatu saham.
r risk free rate : tingkat imbal hasil suatu instrumen investasi bebas resiko.
ß :
koefisien beta emiten.
r market : tingkat imbal
hasil portofolio pasar.
r adalah tingkat imbal hasil suatu saham yang
didapat dari imbal hasil suatu instrumen investasi yang bebas resiko ditambah
dengan premi resiko (risk premium).
Premi resiko di sini menggunakan beta (ß) saham sebuah emiten.
r risk free rate adalah tingkat imbal hasil suatu instrumen investasi yang bebas resiko.
Dalam hal ini contohnya adalah obigasi negara ritel berupa Obligasi Ritel
Indonesia (ORI) seri 013 dengan tenor 3 tahun sebesar 6,6% per tahun.
ß (beta) adalah koefisien beta emiten yang
menunjukan sensitivitas harga suatu saham terhadap pergerakan harga market secara
keseluruhan (JKSE). Beta setiap saham berbeda-beda. Beta tiap-tiap saham dapat
kita lihat misalnya dengan menggunakan aplikasi investing.com. Dapat kita lihat bahwa ß (beta) saham EKAD menurut investing.com. pada gambar di bawah ini
adalah sebesar 1,47.
Gambar : andirerei.com |
Nilai koefisien ß (beta) suatu saham terbagi
dalam 4 kategori yaitu (ß > 1), (ß = 1), (0 < ß < 1) dan (ß < 0),
dengan penjelasan masing-masing kategori adalah sebagai berikut :
a.
(ß > 1) menunjukan bahwa pergerakan harga seuatu
saham biasanya searah dengan pergerakan pasar secara keseluruhan (JKSE) tapi
cenderung lebih agresif. Pada saat JKSE turun misalnya sebesar -2%, maka harga
saham turun lebih dalam lebih dari -2%. Begitu juga sebaliknya, pada saat JKSE
naik sebesar +2%, harga saham naik lebih tinggi di atas +2%.
Contohnya saham EKAD di atas dengan ß (beta) 1,47,
artinya pada saat JKSE naik +2%, maka potensi kenaikan harga EKAD sebesar (1,47
x 2% = 2,94%). Begitu pun pada saat JKSE turun -2%, potensi penurunan harga EKAD
sebesar -2,94%.
b.
(ß = 1) menunjukan bahwa pergerakan harga suatu
saham biasanya searah dengan pergerakan pasar secara keseluruhan (JKSE). Pada
saat JKSE turun sebesar -2%, penurunan harga saham pada kisaran -2% juga.
Begitu juga sebaliknya, pada saat JKSE naik sebesar +2%, harga saham naik pada
kisaran sebesar +2%.
c.
(0 < ß < 1) menunjukan bahwa pergerakan
harga suatu saham biasanya lebih lambat daripada pergerakan pasar secara
keseluruhan (JKSE). Pada saat JKSE turun sebesar -2%, penurunan harga saham kurang
dari -2%. Begitu juga sebaliknya, pada saat JKSE naik sebesar +2%, harga saham
hanya naik kurang dari +2%.
d.
(ß < 0) menunjukan bahwa pergerakan harga suatu
saham cenderung berlawanan arah dengan pergerakan pasar secara keseluruhan
(JKSE). Pada saat JKSE mengalami penurunan, harga saham malah naik. Begitu juga
sebaliknya, pada saat JKSE mengalami kenaikan, harga saham malah turun.
Selanjutnya adalah r market, yaitu tingkat imbal hasil portofolio pasar dalam
hal ini indeks harga saham gabungan (JKSE). Pertumbuhan r market ini dapat
kita ketahui dengan perhitungan menggunakan rumus berikut ini :
Data “harga” JKSE pada tahun 1982 (harga dasar)
sebesar Rp100,00 dan 34 tahun kemudian (akhir tahun 2016) sebesar Rp5.296,71, maka
tingkat imbal hasil JKSE per tahun dalam kurun waktu selama 34 tahun adalah sebagai
berikut :
Dari hasil perhitungan data di atas menunjukan
bahwa rata-rata tingkat imbal hasil investasi di JKSE pada kurun waktu tahun
1982 – 2016 adalah sebesar 12,4% per tahun.
Kemudian sekarang kita hitung tingkat imbal hasil
investasi saham EKAD pada ß (beta) sebesar 1,47 dan tingkat imbal hasil pasar
(JKSE) sebesar 12,4% per tahun, sebagai berikut:
r = r risk free rate + ß (r market – r rsik free rate)
r = 6,6 % + 1,47 x (12,4 – 6,6)
r = 6,6 % + 8,50
r = 15,10 %
Dari hasil perhitungan data di atas menunjukan
bahwa rata-rata tingkat imbal hasil investasi di saham EKAD dalah sebesar 15,10%
per tahun. Tingkat imbal hasil investasi tersebut lebih tinggi dibandingkan
dengan tingkat imbal hasil JKSE maupun ORI. Dengan tingkat imbal hasil sebesar
15,10% per tahun, selanjutnya kita hitung harga wajar EKAD dengan metoda DCF,
berikut ini :
Dalam tabel perhitungan di atas, pada akhir tahun
2021 nanti saham EKAD diperkirakan diperdagangkan pada harga Rp3.041,17. Harga wajarnya
saat ini adalah Rp1.571,40, sedangkan harga di market adalah Rp730,00. Dengan
demikian berdasarkan valuasi dengan metoda DCF dan tingkat imbal hasilnya
dihitung dengan metoda CAPM, harga saham EKAD saat ini berada di bawah harga
wajarnya, atau dengan kata lain saham EKAD saat ini terhitung murah (undervalued) dengan selisih Rp841,40
(53,54%).
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.
Karena kondisi ekonomi yang sedang membaik tahun ini, Saham “PT DEF” membagikan
ReplyDeletedividen per-lembar sebesar Rp. 2.500 yang diharapkan akan mengalami pertumbuhan
sebesar 8% selama lima tahun pertama, kemudian akan tumbuh dengan tingkat
pertumbuhan sebesar 10% untuk selamanya. Apabila tingkat keuntungan yang
disyaratkan investor (ke) sebesar 14%. Berapakah harga yang layak (maksimum) untuk
saham tersebut ?