Sunday, December 23, 2018

Inflasi, Deflasi dan Bisnis

INFLASI, DEFLASI DAN BISNIS

Dalam kegiatan ekonomi suatu negara dikenal istilah inflasi dan deflasi. Dua kondisi yang satu sama lain saling berkebalikan. Inflasi dan deflasi berkaitan erat dengan kondisi ekonomi suatu negara. Secara periodik Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi atau deflasi yang terjadi di Indonesia pada periode tertentu yang merupakan hasil survey harga barang dan jasa di berbagai wilayah di Indonesia.
Inflasi adalah melemahnya nilai tukar uang terhadap barang. Inflasi merupakan kondisi di mana indeks harga barang terus mengalami kenaikan. Dalam kondisi inflasi harga barang-barang menjadi lebih mahal.
Deflasi adalah menguatnya nilai tukar uang terhadap barang. Deflasi merupakan kondisi penurunan harga secara terus-menerus dalam periode tertentu. Pada kondisi deflasi harga barang-barang menjadi lebih murah.
Pada saat terjadi inflasi, uang yang beredar di pasar/masyarakat lebih banyak daripada barang dan jasa yang tersedia, sedangkan deflasi adalah kebalikannya yaitu uang yang beredar di pasar/masyarakat lebih sedikit daripada barang dan jasa yang tersedia.
Dengan deflasi, bukankah itu membuat masyarakat merasa diuntungkan, karena dapat hidup dengan biaya lebih murah?. Padahal yang akan terjadi justru tidak seperti itu, jika kondisi deflasi tersebut terjadi berkepanjangan, justru akan membuat kacau kondisi perekonomian. Ssektor industri perlahan-lahan akan mati. Apabila itu terjadi, lagi-lagi masyarakat juga yang akan dirugikan. Intinya inflasi maupun deflasi sama-sama masalah yang harus dapat dikendalikan.
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya inflasi diantaranya adalah biaya produksi suatu barang yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Baik itu pembelian bahan baku maupun upah tenaga kerja dan biaya operasional lainnya. Dalam hal jumlah produksi barang dan jasa tetap namun tingkat permintaan terhadap barang dan jasa makin naik, maka harga barang dan jasa pun akan terkerek naik.
Penambahan jumlah utang Pemerintah untuk menutup kekurangan anggaran yang membuat bank sentral (Bank Indonesia) mencetak uang baru sehingga uang yang beredar di pasar/masyarakat menjadi lebih banyak, merupakan salah satu penyebab lainnya yang membuat naiknya harga barang dan jasa.
Deflasi dapat terpicu apabila bank sentral menerapkan kebijakan uang ketat. Program penghematan anggaran yang dilakukan Pemerintah juga dapat memicu terjadinya deflasi. Dengan dua kebijakan tersebut uang yang beredar di pasar/masyarakat menjadi berkurang. Program penghapusan pajak konsumen yang ditetapkan pemerintah juga dapat memicu terjadinya deflasi.
Bagi dunia industri, inflasi menyebabkan naiknya pendapatan. Dengan kenaikan harga penjualan barang atau jasa yang lebih tinggi dibanding dengan kenaikan biaya produksi menyebabkan keuntungan bersih yang didapatkan menajdi lebih besar. Pada kondisi inflasi yang terkendali, sektor industri akan terus bergerak dan perekonomian pun tumbuh.
Namun apabila kondisi tersebut terus terjadi berkepanjangan dan tidak terkendali, dunia industri pun akan terpukul, karena dengan harga barang yang terus naik sementara pendapatan masyarakat tetap, daya beli akan menurun, harga barang akan sulit dijangkau, yang pada akhirnya barang atau jasa yang diproduksi tidak ada yang beli. Apabila barang atau jasa tidak ada yang beli, maka industri dipastikan bangkrut.
Saat terjadi inflasi yang parah, maka nilai investasi akan menurun, suku bunga akan naik (mendorong masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank untuk mengurangi jumlah uang beredar), terjadi defisit neraca pembayaran, dan pada akhirnya kesejahteraan masyarakat akan menurun.
Inflasi yang parah kini terjadi di Venezuela yang tingkat inflasi bulanannya mencapai 200 persen. Harga jual satu kilogram daging ayam di Venezuela mencapai 14,6 juta Bolivar. Kondisi inflasi yang parah terjadi juga di Zimbabwe sejak lama. Inflasi harian di Zimbabwe mencapai 98%, sehingga harga barang berubah setiap hari.
Dalam kondisi deflasi, harga barang dan jasa menjadi lebih murah, sedangkan di sisi lain biaya produksi dan upah tenaga kerja serta biaya operasional lainnya tetap, maka keuntungan bersih yang didapat oleh industri menjadi berkurang.
Bahkan jika terjadi deflasi yang parah/tidak terkendali industri mengalami kebangkrutan. Bagaimana tidak, nilai pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan barang atau jasa yang diproduksinya lebih rendah daripada biaya produksi yang dikeluarkan.
Gambar : google image
Beberapa negara yang mengalami deflasi ekstrim bahkan sampai menerapkan kebijakan suku bunga minus. Artinya nasabah yang menyimpan uangnya di bank, bukannya mendapat bunga, justru diharuskan membayar. Begitu pun dengan lembaga keuangan yang menaruh uangnya di bank sentral.
Negara yang menerapkan kebijakan suku bunga minus diantaranya adalah Jepang, Swedia, Swiss dan Jerman. Suku bunga negatif di Jepang telah diberlakukan sejak tanggal 16 Februari 2016 dengan menerapkan suku bunga minus sebesar 0,1 persen.
Penerapan suku bunga negatif di Jepang dilakukan agar perekonomiannya kembali tumbuh, karena selama ini masyarakat Jepang lebih banyak menyimpan dananya di perbankan dan enggan untuk membelanjakannya, sehingga perekonomian Jepang tidak bergerak. Bagaimana tidak, cukup dengan menyimpan uang di bank, mereka sudah bisa mendapatkan keuntungan dengan bunga yang didapatkan. Pola konsumsi masyarakat Jepang menjadi tidak bergerak.
Produk barang dan jasa yang dihasilkan industri dalam negeri di Jepang dihargai murah di dalam negeri sehingga ekonomi Jepang kurang bergairah. Oleh karena kondisi tersebut maka orientasi penjualan produk industri Jepang adalah eksport. Bahkan perusahaan-perusahaan Jepang banyak menginvestaskan dananya di luar negeri, contohnya di Indonesia, Vietnam dan Thailand.
Untuk mengobati deflasi yang akut, bank sentral Jepang kemudian menerapkan kebijakan suku bunga negatif, diharapkan bisa mendorong masyarakat Jepang untuk menarik dananya dan membelanjakannya ke sektor yang lebih produktif sehingga perekonomian bergerak.
Dampak jangka pendek kebijakan bank sentral Jepang tersebut memberi sentimen positif, karena secara teori suku bunga negatif dapat mengurangi bunga pinjaman dan meningkatkan permintaan akan kredit (pinjaman). Namun resikonya akan sangat terasa bagi sektor perbankan, nasabah akan lebih memilih menyimpan uangnya di tempat lain daripada di bank, akibat yang timbul adalah terjadinya kekurangan likuiditas di bank.
Resiko lain yang timbul adalah potensi terjadinya perang mata uang yaitu kondisi di mana negara-negara berlomba-lomba melemahkan mata uangnya demi mengejar pertumbuhan ekonomi, dan jika hal itu terjadi maka kondisi perekonomian global menjadi memanas.
Intinya infasi maupun deflasi jika tidak terkendali dan tidak dikendalikan sama-sama akan membahayakan perekonomian suatu negara, dan tentu saja terhadap bisnis yang anda jalankan. Bank sentral mengendalikan kebijakan moneter dan Pemerintah mengendalikan kebijakan fiskal.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.

0 komentar