Sunday, March 15, 2020

Corona Market


CORONO MARKET

Pada penutupan perdagangan tanggal 13 Maret 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) secara year to date (ytd) telah mengalami penurunan sebesar (6.348,53 - 4.907,57) = Rp1.440,96 (22,70%). Bahkan jika dibandingkan dengan harga tertingginya dalam lima tahun terakhir, IHSG telah turun sebesar (Rp6.693.47 – 4.907,57) = Rp1.785,40 (26,68%). Penurunan IHSG akhir-akhir ini terjadi secara ekstim disebabkan adanya wabah virus corona (COVID-19) yang menjangkiti hampir seluruh Negara di dunia, tak terkecuali Indonesia.

Penyebaran wabah COVID-19 telah merenggut korban jiwa mencapai ribuan orang, bahkan jumlah angka kematian tertinggi terjadi di China yang notabene merupakan salah satu epicentrum perekonomian dunia selain Amerika Serikat. Negara-negara di Eropa yang teknologi medis dan sanitasinya sudah maju pun, tidak luput dari penyebaran COVID-19 dengan korban jiwa paling tinggi terjadi di Italia. Kondisi demikian tentu akan sangat berpengaruh negative terhadap perkembangan perekonomian global. Bagaimana tidak, saat ini banyak kota-kota di dunia menutup diri, kegiatan industry terhenti dan bahkan mengalami kerugian yang signifikan, kegiatan eksport-impor tergganggu, yang kesemuanya itu akan membuat pertumbuhan ekonomi global terkoreksi.  COVID-19 telah berefek langsung terhadap perekonomian, dan hal tersebut nyata, bukan lagi sekedar estimasi atau desas-desus semata, tetapi merupakan sebuah fakta yang ada di depan mata kita. Wabah COVID-19 telah benar-benar merusak kondisi fundamental perekonomian global.


Gambar : google image
Kita semua tahu bahwa bursa saham berrkaitan sangat erat dengan angka pertumbuhan ekonomi, baik skala global mupun skala domestic. Optimisme dan pesimisme pelaku pasar terbangun atas dasar angka pertumbuhan ekonomi, tentu saja kondisi saat ini merupakan berita buruk bagi pelaku pasar. Dengan merujuk angka penurunan IHSG di atas, bisa dibayangkan bagaimana betapa pesimisnya pelaku pasar terhadap pertumbuhan ekonomi dunia dalam beberapa bulan ke depan. Optimisme pelaku pasar akan kembali terbangun pada saat wabah COVID-19 telah benar-benar tertanggulangi dan efek penyebaran COVID-19 telah dapat dihentikan, sehingga kondisi perekonomian berangsur dapat kembali normal.

Bagi pelaku pasar yang terlambat mengantisipasi kondisi yang terjadi saat ini (telat keluar) dan telah jatuh ke dalam potensi kerugian (floating loss) yang dalam, tentu saja akan menjadi hal yang dilematis. Jika keluar saat ini dipastikan rugi besar, namun jika tidak keluar, keadaan pun tidak menentu kapan efek COVID-19 akan segera berakhir, yang bisa saja potensi kerugian yang terjadi akan semakin besar. Kondisi tersebut benar-benar membuat pelaku pasar dimaksud dalam keadaan galau berat. Namun demikian hal tersebut tidak boleh dibiarkan, karena akan sangat mempengaruhi keadaan psikologis yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelaku pasar yang seperti ini mesti berhitung kembali untuk mengambil sebuah keputusan.

Jika fortofolio anda saat ini berisikan saham-saham perusahaan berfundamental bagus maka bisa saja diambil opsi (pilihan) tetap di dalam (tidak melakukan penjuaan saham yang sedang dimiliki). Sembari menunggu keadaan benar-benar telah normal, anda bisa mempersiapkan dana baru untuk melakukan pembelian saham tambahan pada harga yang terdiskon, sehingga jumlah saham dalam fortoflio anda bertambah dengan rata-rata harga (average) pembelian menjadi lebih rendah. Keputusan tersebut bisa diambil dengan pertimbangan bahwa pada saat kondisi telah benar-benar normal, pemulihan (recovery) kinerja usaha perusahaan yang berfundamental bagus akan berlangsung pula, dan biasanya terjadi lebih cepat.

Apabila fortofolio anda saat ini berisikan saham-saham perusahaan dengan fundamental berantakan, tidak ada opsi lain selain opsi menjual seluruh saham yang anda miliki saat ini dengan segera sebelum harganya benar-benar menyentuh harga dasar. Anda jangan berharap harga saham perusahaan dengan fundamental tidak bagus itu akan segera naik kembali dalam waktu singkat. Bahwa pada saat kondisi telah benar-benar normal pun, pemulihan (recovery) perusahaan seperti itu biasanya akan memakan waktu yang lama, dan naiknya pun dengan cara digoreng.

Namun semua itu kembali kepada typical masing-masing pelaku pasar dengan berbagai pertimbangannya, menyesuaikan gaya trading atau ivestasinya, tergantung kesiapan mentalnya, seberapa besar ukuran toleransi resiko kerugian yang ditetapkannya, dan besar kecilnya modal yang dimiliki oleh yang bersangkutan.    


Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.

0 komentar