CORONO MARKET
Pada penutupan
perdagangan tanggal 13 Maret 2020, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa
Efek Indonesia (BEI) secara year to date (ytd) telah mengalami penurunan sebesar
(6.348,53 - 4.907,57) = Rp1.440,96 (22,70%). Bahkan jika dibandingkan dengan
harga tertingginya dalam lima tahun terakhir, IHSG telah turun sebesar
(Rp6.693.47 – 4.907,57) = Rp1.785,40 (26,68%). Penurunan IHSG akhir-akhir ini terjadi
secara ekstim disebabkan adanya wabah virus corona (COVID-19) yang menjangkiti
hampir seluruh Negara di dunia, tak terkecuali Indonesia.
Penyebaran wabah COVID-19
telah merenggut korban jiwa mencapai ribuan orang, bahkan jumlah angka kematian
tertinggi terjadi di China yang notabene merupakan salah satu epicentrum perekonomian
dunia selain Amerika Serikat. Negara-negara di Eropa yang teknologi medis dan
sanitasinya sudah maju pun, tidak luput dari penyebaran COVID-19 dengan korban
jiwa paling tinggi terjadi di Italia. Kondisi demikian tentu akan sangat
berpengaruh negative terhadap perkembangan perekonomian global. Bagaimana
tidak, saat ini banyak kota-kota di dunia menutup diri, kegiatan industry
terhenti dan bahkan mengalami kerugian yang signifikan, kegiatan eksport-impor
tergganggu, yang kesemuanya itu akan membuat pertumbuhan ekonomi global
terkoreksi. COVID-19 telah berefek
langsung terhadap perekonomian, dan hal tersebut nyata, bukan lagi sekedar
estimasi atau desas-desus semata, tetapi merupakan sebuah fakta yang ada di
depan mata kita. Wabah COVID-19 telah benar-benar merusak kondisi fundamental
perekonomian global.
Gambar : google image |
Kita semua tahu bahwa
bursa saham berrkaitan sangat erat dengan angka pertumbuhan ekonomi, baik skala
global mupun skala domestic. Optimisme dan pesimisme pelaku pasar terbangun
atas dasar angka pertumbuhan ekonomi, tentu saja kondisi saat ini merupakan berita
buruk bagi pelaku pasar. Dengan merujuk angka penurunan IHSG di atas, bisa
dibayangkan bagaimana betapa pesimisnya pelaku pasar terhadap pertumbuhan
ekonomi dunia dalam beberapa bulan ke depan. Optimisme pelaku pasar akan
kembali terbangun pada saat wabah COVID-19 telah benar-benar tertanggulangi dan
efek penyebaran COVID-19 telah dapat dihentikan, sehingga kondisi perekonomian berangsur
dapat kembali normal.
Bagi pelaku pasar yang
terlambat mengantisipasi kondisi yang terjadi saat ini (telat keluar) dan telah
jatuh ke dalam potensi kerugian (floating loss) yang dalam, tentu saja akan
menjadi hal yang dilematis. Jika keluar saat ini dipastikan rugi besar, namun
jika tidak keluar, keadaan pun tidak menentu kapan efek COVID-19 akan segera
berakhir, yang bisa saja potensi kerugian yang terjadi akan semakin besar.
Kondisi tersebut benar-benar membuat pelaku pasar dimaksud dalam keadaan galau
berat. Namun demikian hal tersebut tidak boleh dibiarkan, karena akan sangat
mempengaruhi keadaan psikologis yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelaku
pasar yang seperti ini mesti berhitung kembali untuk mengambil sebuah
keputusan.
Jika fortofolio anda saat
ini berisikan saham-saham perusahaan berfundamental bagus maka bisa saja
diambil opsi (pilihan) tetap di dalam (tidak melakukan penjuaan saham yang
sedang dimiliki). Sembari menunggu keadaan benar-benar telah normal, anda bisa
mempersiapkan dana baru untuk melakukan pembelian saham tambahan pada harga
yang terdiskon, sehingga jumlah saham dalam fortoflio anda bertambah dengan
rata-rata harga (average) pembelian menjadi lebih rendah. Keputusan tersebut
bisa diambil dengan pertimbangan bahwa pada saat kondisi telah benar-benar
normal, pemulihan (recovery) kinerja usaha perusahaan yang berfundamental bagus
akan berlangsung pula, dan biasanya terjadi lebih cepat.
Apabila fortofolio anda saat
ini berisikan saham-saham perusahaan dengan fundamental berantakan, tidak ada
opsi lain selain opsi menjual seluruh saham yang anda miliki saat ini dengan
segera sebelum harganya benar-benar menyentuh harga dasar. Anda jangan berharap
harga saham perusahaan dengan fundamental tidak bagus itu akan segera naik
kembali dalam waktu singkat. Bahwa pada saat kondisi telah benar-benar normal
pun, pemulihan (recovery) perusahaan seperti itu biasanya akan memakan waktu
yang lama, dan naiknya pun dengan cara digoreng.
Namun semua itu kembali
kepada typical masing-masing pelaku pasar dengan berbagai pertimbangannya,
menyesuaikan gaya trading atau ivestasinya, tergantung kesiapan mentalnya,
seberapa besar ukuran toleransi resiko kerugian yang ditetapkannya, dan besar kecilnya
modal yang dimiliki oleh yang bersangkutan.
Demikian, mudah-mudahan
bermanfaat.
0 komentar
EmoticonEmoticon