Sunday, March 10, 2019

Archidendron Pauciflorum (Kita Menyebutnya Jengkol)

ARCHIDENDRON PAUCIFLORUM
(KITA MENYEBUTNYA JENGKOL)

Data Statistik Tanaman Buah-buahan dan Sayuran Tahunan 2015 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Oktober 2016, bahwa produksi petai (Parkia speciosa) sebanyak 261.063 ton, jengkol (Archidendron pauciflorum) sebanyak 58.691 ton, melinjo (Gnetum gnemon) sebanyak 213.025 ton. Sentra penghasil petai terbesar adalah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 72.757 ton setara 27,86 persen nasional, sedangkan sentra penghasil jengkol terbesar adalah Provinsi Jawa Barat sebanyak 10.929 ton setara 18,63 persen nasional.
Produksi jengkol menyebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, namun penyebarannya tidak merata. Produksi jengkol di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua hanya sedikit. Sedangkan di wilayah Sumatera produksi jengkol sangat berlimpah. Dalam skala nasional, provinsi penghasil jengkol terbanyak yaitu provinsi Jawa Barat dengan produksi mencapai 10.929 ton (18,63 persen), Lampung sebanyak 8.933 ton (15,22 persen), Jawa Tengah sebesar 5.076 ton (8,65 persen), Sumatera Barat sebesar 5.057 ton (8,62 persen), Banten sebesar 4.868 ton (7,98 persen), Sumatera Selatan sebesar 4.021 ton (6,85 persen), Bengkulu sebesar 3.645 ton (6,21 persen), Sumatera Utara sebesar 3.423 ton (5,83 persen), dan Jambi sebesar 2.775 ton (4,73 persen).
Gambar : andirerei.com
Budidaya jengkol sebelumnya kurang diminati dengan alasan kurang menghasilkan secara ekonomi, namun sejalan dengan berjalannya waktu dan semakin banyaknya penyuka jengkol, maka sesuai neraca suplly and demand dalam hukum ekonomi, kini jengkol memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Bahkan meski jengkol bisa menimbulkan efek samping seperti bau tidak sedap pada urin, bau mulut setelah mengkonsumsi dalam bentuk buah segar segar sebagai lalapan.
Diketahui bahwa Jengkol memiliki kemampuan untuk bisa mencegah penyakit diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan jantung selama tidak di konsumsi secara berlebihan. Selain itu tumbuhan jengkol juga diperkirakan mempunyai kemampuan untuk menyerap air tanah lebih tinggi sehingga bermanfaat dalam proses konservasi air.
Bukan hanya dijual di pasar tradisional, kini jengkol dijajakan juga di gerai-gerai pasar modern (supermarket) bahkan di situs e-comerce (online) dengan harga jual sekitar Rp40.000,00 – Rp60.000,00 per kilogram. Belakangan harga jengkol di pasar beberapa wilayah di tanah air malah sempat menyentuh harga jual sekitar Rp100.000,00 per kilogram.
Entah apa sebab harga jengkol bisa sangat ekonomis seperti itu, tapi yang pasti kebutuhan masyarakat akan jengkol memang makin hari makin naik. Buktinya adalah bahwa produksi jengkol nasional sebanyak sekitar 60.000 ton per tahun selalu habis diserap pasar. Dan mengingat harga jengkol yang tinggi di pasar, maka bisa disimpulkan bahwa sesungguhnya pasokan jengkol sebanyak 60.000 ton per tahun itu masih belum mencukupi permintaan masyarakat.
Kondisi tersebut membuat potensi ekonomi budidaya jengkol sangat besar. Dengan produksi sebanyak 60.000 ton per tahun maka pada harga jual Rp40.000,00 per kilogram saja, kapitalisasi pasar jengkol mencapai Rp2,4 triliyun. Jumlah yang tidak kecil untuk ukuran komoditi jengkol.
Usaha berkebun jengkol sebenarnya sangat layak untuk dilakukan mengingat bahwa jengkol berharga jual tinggi namun mudah dalam budidayanya. Jengkol bisa tumbuh dimana saja tnpa perlu penanganan dan perawatan yang rumit. Jengkol bermanfaat untuk kesehatan (asal dikonsumsi tidak dalam jumlah berlebihan). Dapat diolah menjadi beraneka macam masakan misalnya semur jengkol, rendang jengkol, sambal goreng jengkol, tumis jengkol atau dikonsumsi langsung sebagai lalapan atau terlenih dahulu diolah menjadi kerupuk jengkol.
Pada tahun keempat atau tahun kelima setelah penanaman, biasanya jengkol sudah mulai berbuah meski dalam jumlah yang belum banyak, produksinya hanya sekitar 15-25 kilogram per pohon. Pohon yang sehat dengan umur 10 tahun ke atas biasanya dapat menghasilkan sekitar 200 kilogram buah jengkol segar per musim.
Dengan jarak tanam 10 meter x 10 meter, maka lahan seluas 1 (satu) hektar dapat ditanami sekitar 100 pohon jengkol dengan produktivitas mencapai 20 ton per musim panen. Jika jengkol di kebun dihargai oleh pedagang pengumpul sebesar Rp20.000 per kilogram, maka nilai Rupiah yang bisa didapat sejumlah Rp20.000 x 20.000 kilogram = Rp400.000.000,00 per musim. Jengkol telah bertransformasi menjadi salah satu bagian dari perputaran roda perekonomian masyarakat.
Apabila anda punya lahan nganggur, tidak ada salahnya jika anda “berinvestasi” jengkol. Dengan itu anda akan memanen buahnya dan menjual batang pohonnya jika sudah tidak produktif. Bahkan anda ikut menyumbang oksigen (O2) yang dihasilkan pohon jengkol yang sangat dibutuhkan oleh umat manusia, melestarikan fungsi tata air, sekaligus menangguk lembaran-lembaran Rupiah.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.

2 Comments