MORINGA OLEIFERA
(Kita Menyebutnya Kelor)
Kelor yang bernama
latin Moringa oleifera
merupakan tanaman yang bisa tumbuh dengan cepat, berumur panjang, berbunga
sepanjang tahun, dan tahan kondisi cuaca/iklim panas yang ekstrim. Kelor
umumnya digunakan sebagai bahan pangan dan obat, terutama daun dan bijinya. Pada
tahun 2018, Badan Pangan Dunia (FAO) menetapkan kelor
sebagai Crop of the
Month (pangan bulan ini), karena kandungan gizinya yang kaya protein,
vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan berbagai mineral, serta antioksidan. Bahkan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan agar bayi dan anak-anak
pada masa pertumbuhan untuk mengkonsumsi olahan makanan berbahan dasar daun
kelor.
Pohon kelor memiliki
ketinggian antara 7-11 meter, berbatang berkayu, tumbuh tegak, berwarna putih
kotor, berkulit tipis, permukaan kasar; percabangan simpodial, arah cabang
tegak atau miring, cenderung tumbuh lurus dan memanjang. Daun kelor
memliki ciri berupa: majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling. Buahnya
berbentuk panjang bersegi tiga dengan panjang buah 20-60 cm; buah muda berwarna
hijau - setelah tua menjadi cokelat, bentuk biji bulat, berwarna coklat
kehitaman, berbuah setelah tanaman berumur 12-18 bulan. Berakar tunggang,
berwarna putih, membesar seperti lobak. Perbanyakan tanaman kelor bisa dilakukan
dengan cara generatif (biji) maupun vegetatif (stek batang). Kelor dapat tumbuh
di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai dengan ketinggian 1.000 meter di
atas permukaan laut, umunya banyak ditanam sebagai tapal batas atau pagar di
halaman rumah atau ladang.
![]() |
gambar; google image |
Mengutip keterangan dari berbagai
sumber media, bahwa sejak awal tahun 1980-an, penelitian terhadap manfaat
tanaman mulai dari daun, kulit batang, buah sampai bijinya, telah mulai
dilakukan. Penelitian, kajian dan pengembangan mengenai pemanfaatan tanaman Kelor
untuk penghijauan dilakukan di Etiopia, Somalia, dan Kenya oleh tim peneliti
dari Institute for Scientific Cooperation, Tubingen, Jerman, pada tahun 1993.
Laporan tersebut dikhususkan terhadap kawasan yang termasuk Etiopia, Somalia,
dan Sudan, karena sejak lama sudah menjadi tradisi penduduknya untuk menanam
pohon kelor, mengingat pohon tersebut dapat menjadi bagian di dalam kehidupan
sehari-hari sebagai bahan sayuran, bahan baku obat-obatan, juga untuk
diperdagangkan.
Pohon kelor digunakan sebagai tanaman
untuk penahan longsor, konservasi tanah, dan terasering. Sehingga pada musim
hujan walau dalam jumlah yang paling minimal, jatuhan air hujan akan dapat
ditahan oleh sistem perakaran kelor, dan pada musim kemarau simpanan air di sekitar
akar kelor akan menjadi sumber air bagi tanaman lain. Sistem perakaran kelor yang
cukup rapat. Periset dari Anna Technology University, Tamilnadu, India, membuktikan
bahwa daun kelor berkhasiat sebagai pelindung hati (hepatoprotektor). Daun
kelor mengandung antioksidan yang sangat tinggi dan sangat bagus untuk penyakit
yang berhubungan dengan masalah pencernaan, misalnya luka usus dan luka
lambung. Efek antioksidan yang kuat didapatkan pada rebusan air daun kelor yang
masih dalam keadaan hangat.
Daun kelor mengandung vitamin C tujuh
kali lebih banyak daripada buah jeruk, mengandung kalsium empat kali lebih
banyak daripada susu, vitamin A empat kali lebih banyak daripada umbi wortel,
protein dua kali lebih banyak daripada susu, serta potassium tiga kali lebih
banyak daripada buah pisang. WHO menobatkan kelor sebagai pohon ajaib setelah
melakukan studi dan menemukan bahwa tumbuhan ini berjasa sebagai penambah
kesehatan berharga murah selama empat puluh tahun ini di negara-negara
termiskin di dunia. Dari hasil analisis kandungan nutrisi dapat diketahui bahwa
daun kelor memiliki potensi yang sangat baik untuk melengkapi kebutuhan nutrisi
dalam tubuh. Dengan mengonsumsi daun kelor maka keseimbangan nutrisi dalam
tubuh akan terpenuhi sehingga orang yang mengonsumsi daun kelor akan terbantu
untuk meningkatkan energi dan ketahanan tubuhnya.
Daun kelor juga berkhasiat untuk
mengatasi berbagai keluhan yang diakibatkan karena kekurangan vitamin dan
mineral seperti kekurangan vitamin A (gangguan penglihatan), kekurangan Choline
(penumpukan lemak pada liver), kekurangan vitamin B1 (beri-beri), kekurangan
vitamin B2 (kulit kering dan pecah-pecah), kekurangan vitamin B3 (dermatitis),
kekurangan vitamin C (pendarahan gusi), kekurangan kalsium (osteoporosis), kekurangan
zat besi (anemia), kekurangan protein (rambut pecah-pecah dan gangguan
pertumbuhan pada anak). Tim peneliti Departemen Kimia Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia (UI) dan Pusat Biofarmaka Institut Pertanian Bogor (IPB) memasukan
kelor sebagai salah satu dari tiga bahan alam selain kulit jeruk dan jambu biji
merah yang berpotensi menjadi suplemen makanan untuk menangkal virus corona
(COVID-19).
Beberapa manfaat kelor untuk
kesehatan dan kecantikan diantaranya yaitu menurunkan berat badan, menghilangkan flek hitam pada
wajah, baik untuk
ibu menyusui, meningkatkan
kesehatan mata, mencegah
kanker, menurunkan
risiko penyakit ginjal, memperlambat
penuaan dini (anti aging), mengobati rematik, memelihara kesehatan jantung,
mengatasi
diabetes, melancarkan
kesehatan pencernaan, mengurangi
peradangan, melindungi
tubuh dari bakteri, menyehatkan
kulit, menurunkan
tekanan darah tinggi, mengatasi stress,
meningkatkan
kinerja otak, menurunkan
kolesterol, mencegah
anemia, menjaga
kesehatan otot, mencegah
kerusakan hati, dan menjaga kepadatan serta kekuatan tulang.
Dengan segudang manfaat tersebut maka tidak
heran jika kelor bernilai ekonomis tinggi. Oleh karena itu kelor layak dibudidayakan
secara massif untuk tujuan memperoleh keuntungan ekonomi. Budidaya kelor saat
ini banyak dikembangkan di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Produk olahan
kelor berupa biji kelor kupas, serbuk (tepung) daun kelor, juga minyak biji
kelor, bahkan di beberapa daerah diolah menjadi mie kelor. Harga biji kelor dan
tepung kelor bervariasi antara Rp55.000-Rp125.000/kilogram. Sedangkan harga
minyak biji kelor antara Rp3.500-Rp5.000/mililiter atau Rp3.500.000-Rp5.000.000/liter.
Pemasarannya pun tidak hanya di dalam negeri, bahkan diekspor ke beberapa Negara
di Asia, misalnya Jepang dan Korea Selatan. Bahkan kini minyak biji kelor dan
serbuk daun kelor telah banyak dijual di toko-toko online shop.
Salah satu produsen kelor olahan di Provinsi
Sulawesi Tengah adalah LPHD Nosarara di Kabupaten Donggala yang merupakan
binaan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Banawa Lalundu selaku Unit
Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah. Dalam rangka
pemberdayaan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, KPHP
Banawa Lalundu banyak memberikan bantuan atau fasilitasi dalam pengembangan
produk olahan kelor, misalnya mesin pengolah minyak biji kelor. Bahkan KPHP
Banawa Lalundu memfasilitasi kelompok tani kelor di wilayah kerjanya sampai
dengan akses pemasaran dan akses kredit permodalan dari perbankan.
Produk Teh kelor celup kemasan berisi 20 kantung yang
diproduksi oleh LPHD Nosarara dibanderol seharga Rp25.000, sedangkan minyak
biji kelor kemasan 8 mililiter dibanderal seharga Rp35.000, dan kemasaran 30
mililiter dilabeli harga Rp100.000. Minyak biji kelor banyak digunakan sebagai
bahan baku industry kosmetik dan bisa juga digunakan langsung untuk merawat kecantikan
kulit terutama wajah (anti aging), dan memelihara kesehatan rambut.
Kelor yang oleh sebagian masyarakat di Pulau Jawa dipercaya
sebagai tanaman berbau mistik (pengusir demit), yang mudah dibudidayakan secara
massif di mana saja, sangat potensial dijadikan komoditi usaha budidaya pertanian
yang bernilai ekonomi tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan umat manusia.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.
0 komentar
EmoticonEmoticon