Friday, April 17, 2020

Moringa Oleifera (Kita Menyebutnya Kelor)

MORINGA OLEIFERA
(Kita Menyebutnya Kelor)

Kelor yang bernama latin Moringa oleifera merupakan tanaman yang bisa tumbuh dengan cepat, berumur panjang, berbunga sepanjang tahun, dan tahan kondisi cuaca/iklim panas yang ekstrim. Kelor umumnya digunakan sebagai bahan pangan dan obat, terutama daun dan bijinya. Pada tahun 2018, Badan Pangan Dunia (FAO) menetapkan kelor sebagai Crop of the Month (pangan bulan ini), karena kandungan gizinya yang kaya protein, vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan berbagai mineral, serta antioksidan. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan agar bayi dan anak-anak pada masa pertumbuhan untuk mengkonsumsi olahan makanan berbahan dasar daun kelor.

Pohon kelor memiliki ketinggian antara 7-11 meter, berbatang berkayu, tumbuh tegak, berwarna putih kotor, berkulit tipis, permukaan kasar; percabangan simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung tumbuh lurus dan memanjang. Daun kelor memliki ciri berupa: majemuk, bertangkai panjang, tersusun berseling. Buahnya berbentuk panjang bersegi tiga dengan panjang buah 20-60 cm; buah muda berwarna hijau - setelah tua menjadi cokelat, bentuk biji bulat, berwarna coklat kehitaman, berbuah setelah tanaman berumur 12-18 bulan. Berakar tunggang, berwarna putih, membesar seperti lobak. Perbanyakan tanaman kelor bisa dilakukan dengan cara generatif (biji) maupun vegetatif (stek batang). Kelor dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut, umunya banyak ditanam sebagai tapal batas atau pagar di halaman rumah atau ladang.

gambar; google image
Mengutip keterangan dari berbagai sumber media, bahwa sejak awal tahun 1980-an, penelitian terhadap manfaat tanaman mulai dari daun, kulit batang, buah sampai bijinya, telah mulai dilakukan. Penelitian, kajian dan pengembangan mengenai pemanfaatan tanaman Kelor untuk penghijauan dilakukan di Etiopia, Somalia, dan Kenya oleh tim peneliti dari Institute for Scientific Cooperation, Tubingen, Jerman, pada tahun 1993. Laporan tersebut dikhususkan terhadap kawasan yang termasuk Etiopia, Somalia, dan Sudan, karena sejak lama sudah menjadi tradisi penduduknya untuk menanam pohon kelor, mengingat pohon tersebut dapat menjadi bagian di dalam kehidupan sehari-hari sebagai bahan sayuran, bahan baku obat-obatan, juga untuk diperdagangkan.

Pohon kelor digunakan sebagai tanaman untuk penahan longsor, konservasi tanah, dan terasering. Sehingga pada musim hujan walau dalam jumlah yang paling minimal, jatuhan air hujan akan dapat ditahan oleh sistem perakaran kelor, dan pada musim kemarau simpanan air di sekitar akar kelor akan menjadi sumber air bagi tanaman lain. Sistem perakaran kelor yang cukup rapat. Periset dari Anna Technology University, Tamilnadu, India, membuktikan bahwa daun kelor berkhasiat sebagai pelindung hati (hepatoprotektor). Daun kelor mengandung antioksidan yang sangat tinggi dan sangat bagus untuk penyakit yang berhubungan dengan masalah pencernaan, misalnya luka usus dan luka lambung. Efek antioksidan yang kuat didapatkan pada rebusan air daun kelor yang masih dalam keadaan hangat.

Daun kelor mengandung vitamin C tujuh kali lebih banyak daripada buah jeruk, mengandung kalsium empat kali lebih banyak daripada susu, vitamin A empat kali lebih banyak daripada umbi wortel, protein dua kali lebih banyak daripada susu, serta potassium tiga kali lebih banyak daripada buah pisang. WHO menobatkan kelor sebagai pohon ajaib setelah melakukan studi dan menemukan bahwa tumbuhan ini berjasa sebagai penambah kesehatan berharga murah selama empat puluh tahun ini di negara-negara termiskin di dunia. Dari hasil analisis kandungan nutrisi dapat diketahui bahwa daun kelor memiliki potensi yang sangat baik untuk melengkapi kebutuhan nutrisi dalam tubuh. Dengan mengonsumsi daun kelor maka keseimbangan nutrisi dalam tubuh akan terpenuhi sehingga orang yang mengonsumsi daun kelor akan terbantu untuk meningkatkan energi dan ketahanan tubuhnya.

Daun kelor juga berkhasiat untuk mengatasi berbagai keluhan yang diakibatkan karena kekurangan vitamin dan mineral seperti kekurangan vitamin A (gangguan penglihatan), kekurangan Choline (penumpukan lemak pada liver), kekurangan vitamin B1 (beri-beri), kekurangan vitamin B2 (kulit kering dan pecah-pecah), kekurangan vitamin B3 (dermatitis), kekurangan vitamin C (pendarahan gusi), kekurangan kalsium (osteoporosis), kekurangan zat besi (anemia), kekurangan protein (rambut pecah-pecah dan gangguan pertumbuhan pada anak). Tim peneliti Departemen Kimia Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (UI) dan Pusat Biofarmaka Institut Pertanian Bogor (IPB) memasukan kelor sebagai salah satu dari tiga bahan alam selain kulit jeruk dan jambu biji merah yang berpotensi menjadi suplemen makanan untuk menangkal virus corona (COVID-19).

Beberapa manfaat kelor untuk kesehatan dan kecantikan diantaranya yaitu menurunkan berat badan, menghilangkan flek hitam pada wajah, baik untuk ibu menyusui, meningkatkan kesehatan mata, mencegah kanker, menurunkan risiko penyakit ginjal, memperlambat penuaan dini (anti aging), mengobati rematik, memelihara kesehatan jantung, mengatasi diabetes, melancarkan kesehatan pencernaan, mengurangi peradangan, melindungi tubuh dari bakteri, menyehatkan kulit, menurunkan tekanan darah tinggi, mengatasi stress, meningkatkan kinerja otak, menurunkan kolesterol, mencegah anemia, menjaga kesehatan otot, mencegah kerusakan hati, dan menjaga kepadatan serta kekuatan tulang.

Dengan segudang manfaat tersebut maka tidak heran jika kelor bernilai ekonomis tinggi. Oleh karena itu kelor layak dibudidayakan secara massif untuk tujuan memperoleh keuntungan ekonomi. Budidaya kelor saat ini banyak dikembangkan di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Produk olahan kelor berupa biji kelor kupas, serbuk (tepung) daun kelor, juga minyak biji kelor, bahkan di beberapa daerah diolah menjadi mie kelor. Harga biji kelor dan tepung kelor bervariasi antara Rp55.000-Rp125.000/kilogram. Sedangkan harga minyak biji kelor antara Rp3.500-Rp5.000/mililiter atau Rp3.500.000-Rp5.000.000/liter. Pemasarannya pun tidak hanya di dalam negeri, bahkan diekspor ke beberapa Negara di Asia, misalnya Jepang dan Korea Selatan. Bahkan kini minyak biji kelor dan serbuk daun kelor telah banyak dijual di toko-toko online shop.

Tanaman kelor banyak juga ditemukan di kebun-kebun, di halaman rumah warga, bahkan di halaman perkantoran instansi pemerintah di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. Produk-produk olahan kelor dapat dengan mudah ditemukan di sudut-sudut kota Palu, dari mulai olahan sayur daun kelor yang dapat ditemui di kedai-kedai pinggir jalan raya, sampai dengan olahan kelor kemasan yang dijajakan di gerai-gerai pusat belanja oleh-oleh. Produknya bermacam-macam, misalnya; Teh kelor kemasan, minyak biji kelor, hingga makanan ringan berbahan dasar kelor. Semua itu dapat dibeli dengan harga yang terjangkau.

Salah satu produsen kelor olahan di Provinsi Sulawesi Tengah adalah LPHD Nosarara di Kabupaten Donggala yang merupakan binaan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Banawa Lalundu selaku Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah. Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan, KPHP Banawa Lalundu banyak memberikan bantuan atau fasilitasi dalam pengembangan produk olahan kelor, misalnya mesin pengolah minyak biji kelor. Bahkan KPHP Banawa Lalundu memfasilitasi kelompok tani kelor di wilayah kerjanya sampai dengan akses pemasaran dan akses kredit permodalan dari perbankan.

Produk Teh kelor celup kemasan berisi 20 kantung yang diproduksi oleh LPHD Nosarara dibanderol seharga Rp25.000, sedangkan minyak biji kelor kemasan 8 mililiter dibanderal seharga Rp35.000, dan kemasaran 30 mililiter dilabeli harga Rp100.000. Minyak biji kelor banyak digunakan sebagai bahan baku industry kosmetik dan bisa juga digunakan langsung untuk merawat kecantikan kulit terutama wajah (anti aging), dan memelihara kesehatan rambut.

Kelor yang oleh sebagian masyarakat di Pulau Jawa dipercaya sebagai tanaman berbau mistik (pengusir demit), yang mudah dibudidayakan secara massif di mana saja, sangat potensial dijadikan komoditi usaha budidaya pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan umat manusia.

Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.

0 komentar