SELF ASSESSMENT
Pemerintah
- dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan - telah mengimplementasikan
kebijakan sistem self assessment
dalam pelayanan publik pada kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu,
penatausahaan hasil hutan kayu dan pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
atas pemanfaatan hasil hutan kayu yang dilaksanakan oleh pemegang izin.
Self assessment dimaksud merupakan suatu
sistem pemenuhan kewajiban oleh pemegang izin dalam kegiatan pemanfaatan hasil
hutan kayu, penatausahaan hasil hutan kayu dan pembayaran PNBP, yang
direncanakan, dilaksanakan, dan dilaporkan sendiri oleh pemegang izin melalui perangkat
berbasis web dalam bentuk Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH)
dan Sistem Informasi Penerimaaan Negara Bukan Pajak (SIPNBP).
Pola atau sistem self assessment
diterapkan sejak tanggal 1 Januari 2016 yang dalam pelaksanaannya berlaku
mengikat terhadap pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK)
baik di hutan alam maupun di hutan tanaman, Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), Izin
Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), dan pemegang hak atas tanah yang masih
terdapat pohon tumbuh alami. Khusus dalam kegiatan penatausahaan hasil hutan
kayu, self assessment diberlakukan juga bagi pemegang izin usaha industri
primer hasil hutan kayu (IUI-PHHK).
Mekanisme self assessment dalam
kegiatan penatausahaan hasil hutan kayu dan pembayaran PNBP diatur dalam regulasi
sebagai berikut :
a. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No.P.42/Menlhk-Setjen/2015 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu
Yang Berasal Dari Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.58/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2016.![]() |
Gambar : andirerei.com |
b. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No.P.43/Menlhk-Setjen/2015 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu
Yang Berasal Dari Hutan Alam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.P.60/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2016.
c. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor P.71/MenLHK/Setjen/HPL.3/8/2016 tentang Tata Cara Pengenaan,
Pemungutan dan Penyetoran Provinsi Sumber Daya Hutan, Dana Reboisasi, Ganti
Rugi Tegakan, Denda Pelanggaran Eksploitasi Hutan dan Iuran Izin Usaha
Pemanfaatan Hutan.
Berbeda dengan ketika sistem pelayanan Pemerintaah
masih menganut pola official assessment, yang mana pada kegiatan perencanaan,
produksi, peredaran, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu serta pembayaran
PNBP oleh pemegang izin dilaksanakan atas dasar persetujuan atau pengesahan atau
perhitungan dari pejabat kehutanan yang berwenang dan atau petugas kehutanan
yang ditunjuk, maka dalam pola self assessment ini seluruh kegiatan tersebut
dilaksanakan sendiri oleh pemegang izin. Contohnya dalam penerbitan dokumen
angkutan surat keterangan sahnya hasil hutan (SKSHH) atau perhitungan kewajiban
pembayaran PNBP yang harus disetor oleh pemegang izin ke kas negara.
Kebijakan yang diambil Pemeritah tersebut
tergolong berani mengingat bahwa obyek yang diusahakan oleh pemegang izin adalah
asset negara berupa hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang
begitu luas (baca rawan penyimpangan) yang memerlukan pengawasan ketat. Namun guna
terselenggaranya pelayanan prima dan efisiensi dalam kegiatan usaha pemanfaatan
hutan, kebijakan tersebut dipandang sebagai sebuah keniscayaan.
Bahwa kebijakan tersebut berimplikasi
terhadap intensitas kegiatan pemantauan dan pengawasan yang dilakukan oleh
Pemerintah (petugas kehutanan) dalam tiga aspek kegiatan di atas menjadi
berkurang. Pemantauan dan pengawasan yang dilakukan Pemerintah dalam bisnis
proses kegiatan pemanfaaatan hasil hutan kayu nyaris “hanya” melalui perangkat
SIPUHH dan SIPNBP.
Di satu sisi hal tersebut berdampak
positif bagi pemegang izin dalam efisiensi kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan
kayu, namun di sisi lain terdapat potensi timbulnya “penyimpangan” yang dilakukan
oleh pemegang izin (karena merasa tidak diawasi langsung) yang dapat menimbulkan kerugian negara.
Kepercayaan yang diberikan oleh
Pemerintah kepada pemegang izin begitu besar, sehingga konsekuensi logis dari
hal tersebut perlu adanya uji kepatuhan atau uji ketaatan terhadap pemegang
izin dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang
pemanfaatan hutan. Pemerintah perlu melakukan pengukuran sampai sejauh mana
kepatuhan dan ketaatan pemegang izin dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang
dibebankan kepadanya.
Perangkat yang dimiliki Pemerintah
untuk melaukan uji kepatuhan atau uji ketaatan terhadap pemegang izin salah
satunya diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.46/Menlhk-Setjen/2015 tentang Pedoman Post Audit Terhadap Pemegang Izin Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan Izin Pemanfaatan Kayu. Dalam regulasi ini
diatur tata cara pemeriksaan dalam rangka uji kepatuhan atau uji ketaatan dan sekaligus
pengenaan sanksi administratif (denda pelanggaran eksploitasi hutan) bagi
pemegang izin yang terbukti tidak patuh atau tidak taat terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan dibidang pemanfaatan hutan, yang diharapkan dapat
menimbulkan efek jera bagi pemegang izin yang melakukan pelanggaran.
Sejatinya kebijakan self assessment bertujuan
agar dunia usaha (pemanfaatan hasil hutan kayu) menjadi lebih bergairah dan dapat
meningkatkan PNBP dengan tetap mengedepankan kelestarian hutan (produksi).
Namun yang terjadi di lapangan ada saja pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan
celah regulasi untuk mengambil keuntungan dengan cara-cara yang tidak
bertanggungjawab sehingga menimbulkan kerugian negara.
Untuk meminimalkan terjadinya kondisi
yang tidak diinginkan tersebut di atas, Pemerintah telah berupaya untuk
menumbuhkan kesadaran para pihak terkait/stake holder (terutama pelaku usaha
dibidang pemanfaatan hasil hutan kayu) mengenai arti pentingnya hutan dan
kawasan hutan bagi kehidupan dan keberlangsungan usaha. Para pihak terkait perlu
diyakinkan bahwa keberlangsungan usaha (mereka) akan dapat terwujud hanya
apabila ada ketersediaan sumber daya (hasil hutan kayu) yang berkelanjutan
(lestari).
Upaya preventif lainnya yang telah diambil Pemerintah beberapa
diantaranya dengan cara memberikan bimbingan teknis secara berkala, membuat pemegang
izin merasa memiliki bahwa hutan dan ekosistemnya dalam areal izin adalah “aset”,
terus mengarahkan pemegang izin agar menciptakan kondisi di mana kehadiran
mereka benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat di sekitarnya sehingga tumbuh
simbiosis mutualisma (bukan konflik), dan lain-lain. Upaya preventif ini
diambil untuk mencegah penyimpangan-penyimpangan yang “mengharuskan” Pemerintah
mengambil upaya represif (penegakan hukum).
Horizon investasi dalam kegiatan usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu berdurasi panjang (puluhan tahun), dan selama itu pula
kegiatan produksi akan berlangsung setiap tahun. Bahwa dengan pemanfaatan yang terukur
dan terkendali selama masa investasi, “mestinya” terwujud kondisi dimana
pemegang izin mendapatkan keuntungan sesuai tujuan investasi/bisnisnya dan
negara memperoleh manfaat ekonomi yang dapat didistribusikan kepada seluruh warganya
dalam berbagai bentuk sarana dan prasarana publik.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.
0 komentar
EmoticonEmoticon